Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Penyelesaian Sengketa Ekonomi Syariah

Latar Belakang Masalah
Perkembangan industri keuangan syariah di Indonesia sudah merambat di berbagai sektor seperti, sektor perbankan, nonperbankan, dana sosial keagamaan, pasar modal dan pasar uang.  Tentunya didalam menjalankan kegiatan usahannya, Industri keuangan syariah di tuntut untuk bekerja secara profesional dan menerapkan unsur kehati-hatian. Agar terciptanya rasa aman dan nyaman bagi masyarakat yang telah menggunakan jalas industri keuangan syariah tersebut.

Namun dalam menjalankan kegiatan perbankan, Khususnya perbankan syariah, tidak menutup kemungkinan adanya perselisihan atau sengketa antara perbankan syariah dengan masyarakat yang memanfaatkan produknya. Perselisihan atau sengketa adalah hal yang tidak diinginkan terjadi oleh setiap insaniah yang memiliki kesadaran yang mumpuni, tetapi hal itu tetap terjadi di kehidupan masyarakat Indonesia.

Sengketa Ekonomi Syariah

Oleh karena itu pemerintah melalui Undang-undang dan Peraturan Mahkamah Agung  merumuskan landasan hukum tentang tata cara penyelesaian sengketa ekonomi syariah, di antaranya:
  • Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 093/PUU-X/2012 Menegaskan Penyelesaian Sengketa Secara Litigasi Merupakan Wewenang Pengadilan Agama.
  • Per. M.A Nomor 14 Tahun 2016 Tentang  Tata Cara Penyelesaian Perkara Ekonomi Syariah.
  • Per. M.A Nomor  2 Tahun 2015 Tentang Tata Cara Penyelesaian Gugatan Sederhana
  • Undang-undang Nomor 21 Tahun 2018 Tentang Perbankan Syariah
  • Per. M.A Nomor 4 Tahun 2019 Tentang Perubahan Atas Per. M.A Nomor 2 Tahun 2015 Tentang Tata Cara Penyelesaian Gugatan Sederhana.

Jalur Penyelesaian Sengketa Ekonomi Syariah
Proses penyelesaian sengketa ekonomi syariah terdiri dari dua jalur yaitu: Jalur litigasi dan Jalur nonlitigasi.

Jalur litigasi:
Litigasi adalah Penyelesaian sengketa ekonomi syariah dengan melibatkan pihak pengadilan agama, dimana telah di tegas dalam undang-undang nomor 21 tahun 2018 tentang perbankan syariah Bab IX penyelesaian sengketa pasal 55 berbunyi:
  • Penyelesaian sengketa ekonomi syariah dilakukan oleh pengadilan dalam lingkungan pengadilan agama.
  • Dalam hal para pihak telah memperjanjikan penyelesaian sengketa selain sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Penyelesaian sengketa sesuai isi akad.
  • Penyelesaian sengketa sebagimana dimaksud pada ayat (2) tidak boleh bertentangan dengan prinsip syariah.
Jalur litigasi dalam proses penyelesaiannya menggunakan dua metode yaitu gugatan sederhana dan gugatan biasa. Gugatan sederhana adalah tata cara pemeriksaan di persidangan terhadap gugatan perdata dengan nilai gugatan materil paling banyak Rp. 200.000.000 (Dua Ratus Juta) yang di selesaikan dengan tata cara dan pembuktian sederhana (Pasal 1 ayat (1) Perma Nomor 2 Tahun 2015). Namun telah di terbitkan lagi Perma Nomor 4 Tahun 2019 Tentang Perubahan Atas Peraturan Mahkamah Agung  Nomor 2 Tahun 2015 pada pasal 1 ayat (1) menyatakan bahwa gugatan sederhana adalah tata cara pemeriksaan di persidangan terhadap gugatan perdata dengan nilai gugatan materil paling banyak Rp. 500.000.000 (Lima Ratus Juta) yang di selesaikan dengan tata cara dan pembuktian sederhana. Sedangkan gugatan biasa berpedoman pada PS 54 Undang-undang Nomor 7/1989. Buku II Pola Bindalmin, Perma Nomor 14/2016.

Non Litigasi:
Jalur yang di tempuh oleh kedua belah pihak untuk penyelesaian sengketa ekonomi syariah adalah pengambilan keputusannya melalui cara mediasi dan musyawarah, apabila cara nonlitigasi tidak menghasilkan keputusan, maka kedua belah pihak memiliki menyelesaikan sengketa secara litigasi, namun diwajibkan semua perkara yang di tempuh melalui litigasi, terlebih dahulu di lakukan upaya mediasi, sebab jika perkara tidak ditempuh melalui mediasi, maka putusan batal demi hukum.
Baca Juga: